Angka Tak Pernah Bohong

Saya berdiri di belakang gym di Chicago pekan lalu—lantai dingin, lampu neon berdengung seperti saraf tua. Zhou Qi sedang menjalani latihan. Tenang. Efisien. Tingginya 2,17 meter, tapi hanya 99 kg di timbangan yang tak pernah bohong.

CBS Sports menyebut sumber anonim: “Dia bisa menembak, punya keterampilan… tapi terlalu kurus.” Bukan “mungkin rapuh,” bukan “butuh kekuatan.” Hanya: terlalu kurus.

Kata-kata itu membawa beban lebih besar dari semua highlight reel.

Paradoks Berat Badan

Jelas: Zhou Qi mencatat 15,8 poin, 9,8 rebound, 3,2 blok per game musim lalu untuk Xinjiang—statistik yang membuat para scout terkejut.

Persentase tembakan dua angka? 60,9%. Tiga angka? 60%. Pemain yang menembak seperti mesin dari dalam dan luar lapangan.

Tapi saat melihatnya berdampingan dengan Jaren Jackson Jr.—badan seperti jembatan—tiba-tiba muncul pertanyaan: Bisa dia bertahan dalam permainan keras NBA?

Bukan soal massa otot semata; ini tentang persepsi. Dan di basket hari ini, persepsi adalah mata uang.

Realita Draft

Liga tidak memilih pemain—mereka memilih aset. Dan aset butuh daya tahan.

Zhou Qi bisa jadi pemilihan putaran pertama… atau putaran kedua awal—tergantung seberapa banyak tim percaya tubuhnya bisa bertahan terhadap kontak level ini.

Kita bicara tentang posisi akhir putaran pertama—bukan pick lotre—artinya setiap tim akan bertanya: “Bisakah kita bertaruh padanya?”

Pertanyaan itu bukan soal tembakan atau IQ—tapi apakah dia masih berdiri setelah Game 1 melawan power forward yang beratnya dua kali lipat.

Di Luar Timbangan: Jiwa Permainan

Saya besar di Chicago menyaksikan pemain-pemain tangguh datang—pria-pria yang tak menangkan gelar tapi dapat rasa hormat karena hadir setiap malam dengan tekad tanpa glamor.

Zhou tidak mencolok. Ia tak tweet meme atau unggah video gym tiap hari. Tapi inilah yang saya lihat: disiplin di bawah tekanan, fokus diam—kualitas yang tak muncul di statistik tapi membentuk legenda. Mungkin kita terlalu cepat menghakimi dia hanya karena berat badannya sementara mengabaikan hal terpenting: ketahanan. Jika tubuhnya runtuh saat tertekan… ya. Tapi jika tetap utuh—maka nanti kita akan sadar bahwa kita melebih-lebihkan kekurangannya karena takut percaya pada kekuatan diam.