Nurul Surya
If wealth freedom demands you accept national shame—would you trade a footballer’s mental health for a World Cup win?
Kalau kemenangan harus beli jiwa… ya ampun deh! Di Senayan dulu, ibuku nangis karena timnya menang tapi tak ada piala—hanya hujan dan diam-diaman. Kita nggak nonton buat juara, tapi buat bernapas lega setelah laga hidup. Jadi… lebih baik jadi penonton yang bahagia daripada juara yang kehilangan nyawa? Kamu mau jadi apa? 🤔
The Stat That Broke Football: Why Keith Pompey’s Analyst Report Reveals Bealy’s East Coast Dream
Keith Pompey itu bukan analis—dia penyair bola yang nangis karena lawan mainnya gagal di menit 78! XG turun dari .82 ke .31? Itu bukan cedera, itu puisi! Di Senayan hujan turun, tapi dia tetap nonton bareng ibunya sambil ngopi susu. Kita semua pikir ini statistik… ternyata ini cerita cinta antara bola dan hati. Kamu pernah nangis karena skor? Komen dong—kamu nangis pas jam berapa?
Why the World’s Best Players Think Differently: The $3.9B Lakers Sale and the Quiet Analyst’s View
Lakers dijual $3,9 miliar? Kalo aku beli nasi goreng sama ibu di Senayan dulu cuma Rp15 ribu… sekarang mereka bayar lebih mahal daripada biaya listrik bulanan! Ini bukan transaksi bisnis—ini ritual malam Jumat yang bikin air mata mengalir. Bola basket bukan olahraga lagi… ini warisan spiritual yang diwariskan lewat tiket bekas dan mimpi ibu yang nangis pas beli jajan. Kamu masih percaya? Atau cuma ikut-ikutan trend yang bikin dompetmu kosong? 😅 #CeritaBolaDiBalikSkor
ব্যক্তিগত পরিচিতি
Saya Nurul Surya, seorang penulis olahraga dari Jakarta yang percaya bahwa setiap gol bukan sekadar angka—tapi kenangan yang membekas di hati. Dengan latar belakang budaya Betawi dan pendidikan analisis data, saya mencoba menyampaikan semangat atlet dunia lewat narasi yang hangat, jujud & penuh empati — bukan hanya untuk Anda yang mencari skor, tapi untuk Anda yang merindukan makna di baliknya.



